SALAM ZAHRA MUSLIM ANAK

Assalamu'alaikum Wr.Wb. Suatu kebahagiaan buat kami "ZAHRA MUSLIM ANAK", buat ikhwan/akhwat yang telah bergabung dengan blog kami, semoga silaturahmi ini dapat membawa keberkahan dan limpahan rizki buat kita semua. Zahra muslim anak berdiri pada tanggal 15 Juli 2004. Zahra muslim anak memakai icon Jessica "Eneng" Anastasya kaos kaki ajaib yang cantik dan lembut serta berkepribadian baik, santun berbusana dan bertutur kata yang baik.
Zahra Muslim Anak tidak hanya menampilkan baju-baju yang seperti pada umumnya, tetapi melihat dari mode dan estetika islam (syariah). Sebagai peran aktif Zahra dalam membudayakan berpakaian islami, Manajemen Zahra Muslim Anak sering melakukan berbagai peragaan busana di berbagai mall yang ada di Jakarta, serta fashion show di sekolah. Zahra muslim anak telah dipakai di beberapa sinetron televisi :Sinetron "ENENG KAOS KAKI AJAIB" versi SCTV ; Sinetron "ENENG KAOS KAKI AJAIB" versi RCTI ; Sinetron "MAHA KASIH"
Saat ini konsumen Zahra Muslim Anak telah merambah ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunai Darussalam. Hal ini menjadi perhatian tersendiri bagi kami untuk menjaga kualitas produk Zahra Muslim Anak yang mempertahankan jenis kain yang 100% terbuat dari cotton dan sangat nyaman dipakai oleh anak-anak dengan warna-warna yang sangat unik dan cantik sehingga membuat anak menjadi lebih ceria.Insya Allah, bergabung dengan kami dapat membawa manfaat dan barokah buat kita semua. Selamat bergabung bersama kami "ZAHRA MUSLIM ANAK".

OWNER ZAHRA MUSLIM ANAK

Foto saya
Tangerang, Banten, Indonesia

model zahra muslim anak

Minggu, 04 Mei 2008

MENGHARGAI WAKTU

Oleh : Agus Taufik Rahman

’Demi waktu, sesungguhnya manusia ada dalam kerugian.’’

Dalam Alquran surat Al-Asr ayat 1 dan 2 ini, Allah SWT bersumpah dengan salah satu makhluknya, yaitu waktu. Sumpah Allah ini menandakan bahwa waktu memiliki arti yang sangat penting untuk senantiasa diperhatikan oleh manusia.
Setiap manusia diberi jatah waktu yang sama oleh Allah SWT, selama 24 jam dalam sehari. Namun kesadaran untuk memenfaatkannya tentu saja sangat beragam dan berbeda-beda menyikapinya. Ada yang sigap, biasa-biasa saja tapi ada juga yang cenderung berleha-leha.
Tentu saja, hasil dari etos penyikapannya itu sangat bervariasi pula, terutama dimata Allah SWT. Dalam konteks ini, Allah SWT lebih menilai sebuah proses daripada hasil akhir.
Dalam Alquran, Allh SWT mendefinisikan waktu secara gamblang. Waktu memiliki memiliki arti kehidupam itu sendiri. Sebuah proses menjalani kehidupan untuk menilai siapa yang paling baik amalnya di sisi Allah, sebelum akhirnya kematian menjemputnya.
’Dia yang menciptakan hidup dan mati, untuk menguji siapa diantara kamu yang paling baik amalnya dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengasih.’’ (QS Al-Mulk [67]: 2).
Jika saja manusia ingin berpacu dengan waktu, tentu saja hal tersebut tidak akan bisa. Mengapa, karena jumlah pekerjaan dan amalan yang mulia lebih banyak ketimbang waktu yang tersedia. Oleh karenanya, teramat ssayang apabila waktu terbatas yang kita miliki ini dihabiskan secara sia-sia tanpa makna apapun.
Walaupun demikian, kondisi diatas tidak usah menjadikan kita berkecil hati. Kita harus terus mengerahkan seluruh potensi untuk beramal saleh. Minimal, dengan kemampuan kita untuk bissa menjawab beberapa pertanyaan yang akan dipertanggungjawabkan kelak dihadapan Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW dalam hadis Shahih Abu Barzah Al-Aslamy. ‘’Tidak bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga ditanya tentang umurnya untuk apa dia habiskan. Tentang hartanya dari mana dia dapatkan, dan untuk apa dia infakkan. Serta tentang badannya un tuk apa dia kerahkan.’’ (HR Tirmidzi)

Kamis, 17 April 2008

MULAI DARI HAL-HAL KECIL

’Sesungguhnya Allah tidak manganiaya seseorang wallau sebesar Zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan memberi dan melipat gandakan pahala yang besar dari sisi Nya.’’ (QS.Annisa [4]:40).

Kumpulan prestasi dan kesuksesan manusia bersal dari kumpulan prestasi yang kecil . Amal yang besar atau prestasi yang besar selalu ditopang dan ditunjang oleh kesuksesan melakukan amal atau prestasi yang kecil. Sebelum bisa mengelola yang besar, harus bisa mengelola yang kecil. Sebelum dapat memimpin orang lain, harus bisa memimpin diri sendiri. Amal-amal kecil merupakan training center untuk meraih prestasi yang besar.
Kebenaran konsep ini terbukti dari kesuksesan Umar bin Abdul Azis yang memperbaiki kondisi umat Islam hanya dalam waktu 2 tahun. Sepupu beliau Hisyam Ibnu Abdul Malik, mengatakan, ‘’Umar tak melangkah kecuali mempunyai niat dalam langkah-langkahnya itu.’’
Islam sebagai system hidup yang sempurna dan komprehensif tidak melalaikan peristiwa kecil berlalu tampa makna, tanpa jiwa, dan tanpa bimbingan. Ia harus dikelola, harus mempunyai nilai, harus memberikan kebaikan bagi raga dan jiwa untuk massa kini dan masa depannya. Agar manusia termotivasi , bersemangat dan sungguh-sungguh; Allah berjanji akan melipat gandakan dan memberi pahala yang besar bagi amal sebesar Zarrah yang dilakukan manusia.
Banyak peristiwa kecil yang dikelola oleh konsep Islam, seperti makan, minum, tidur, masuk-keluar rumah, masuk-keluar kamar mandi, bahkan sampai hal yang sifatnya pribadi. Memulainya harus berniat dan berdoa. Bahkan selesainyapun harus berdoa. Berniat dan berdoa menginspirasi manusia bahwa dalam peristiwa yang kecil harus memiliki niat dan cita-cita yang besar dan tinggi. Ada keburukan yang ingin dihindari dan ada penyakit yang ingin diobati.
Banyak peristiwa kecil yang dilalui dan dilakukan dibarengi dengan mengaplikasikan konsep Islami. Maka, ruh peristiwa kecil akan terpatri dalam jiwa alam bawah sadarnya dan membuatnya menjadi manusia yang berkarakter. Adat kebiasaannya akan menjadi akhlak kesehariannya. Manusia menjadi siap dan mampu mengemban amanah kepentingan alam semesta ini. Benarlah apa yang diucapkan olek Abdullah Ibnu Mubarrak,’’Banyak amal kecil yang menjadi besar karena niatnya dan banyak amal yang besar menjadi kecil karena niatnya pula.’’ Mulailah dengan memperbaiki amal-amal yang kecil agar mampu meraih amal-amal yang besar

Kamis, 03 April 2008

Ibadah Kerja

(Hikmah Republika, oleh Darmilus)
Umur manusia bukan sekejar jumlah deretan waktu, tetapi sejauh mana kita mengisi dan memberi arti. Dengan begitu, makna panjang umur bukanlah berapa lama kita hidup melainkan berapa banyak prestasi amal yang telah kita perbuat.
Kata iman dalam Al-Quran pada umumnya diikuti perintah untuk beramal sebagaimana kata shalat yang seringkali dikaitkan dengan kewajiban menunaikan zakat, membantu fakir miskin dan anak yatim. Tidak sempurnanya iman seseorang kalau tidak terbukti amalnya. Tidak sempurna shalat seseorang apabila tidak mendorong cinta kasih pada kaum yang lemah dan kekurangan.
Apalah artinya menggeleng-gelengkan kepada berdzikir apabila tidak peduli pada tetangga yang sedang sakit atau menahan lapar. Ibadah ritual menjadi hampa dan kehilangan ruhnya, apabila tidak dimanifestasikan dalam bentuk amal actual.
Dalam sebuah riwayat dikatakan, Khalifah Harun Al-Rasyid pernah bertanya kepada seorang kakek tua renta yang begitu asyik menanam kurma, “Untuk siapakan benih kurma yang kakek tanam ini, bukankah untuk memetik buahnya membutuhkan waktu yang lama?”
Dengan tersenyum sang kakek menjawab, “Anakku. sebentar lagi aku segera menghadap Sang Kekasih, karenanya benih kurma ini bukan untukku tetapi dia akan menjadi penolongku kelak di akherat. Semoga benih pohon kurma ini tumbuh dan subur, buahnya ranum, pohonnya rindang, sehingga burung-burung berkicau, kumbang madu berlomba menikmati sarinya, dan para pemngembara melepaskan lelahnya di bawah daunnya yang rindang. Kicauan burung, getaran kumbang serta napas lega para pengembara adalah doa dan cahaya terang yang mengiringi diriku di akherat kelak”.
Apa yang dilakukan kakek tua itu tidak lain dari amal aktual, serta memenuhi beberapa untaian hikmah sabda sang Rasul, “Allah sangat mencintai orang-orang yang bekerja. Mukmin yang kuat lebih baik dari mukmin yang lemah. Seandainya seseorang mencari kayu baker dan dipikul di punggungnya, hal itu lebih baik dari pada meminta-minta yang kadang-kadang diberi kadang-kadang ditolak. Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.
Maka mereka yang bekerja keras, dapat menjadi wasillah (perantara) untuk memperoleh maghfirrah illahiyah (ampunan-Nya).” Barang siapa yang di waktu sorenya merasakan kelelahan karena bekerja, berkarya dengan tangannya sendiri, di waktu sore itu pulalah telah terampuni dosanya” (HR. Thabrani dan Baihaqi)

Jumat, 28 Maret 2008

POLA PENGASUHAN ANAK

Tradisi Pengasuhan AnakAda 3 Macam Pola asuh yang selama ini digunakan dalam masyarakat yakni Pola Asuh Koersif, Pola Asuh Permisif dan Pola Asuh dialogis.Pola -pola Asuh ini tidak pernah lepas dari konteks sosial suatu masyarakat. Dan bahkan tingkah laku anak hanya dapat dipahami dengan konteks sosialnya.Ketiga bentuk pola asuh ini datang silih berganti, sejarahnya sudah 8000 tahun. Kadang-kadang koersif lebih dominan, lalu menyusul permisif kemudian datanglah dialogis untuk mengembalikan manusia ke jalan para nabi dan Rasul .Pola Asuh Koersif berasal dari satu fase masyarakat otokratis. Suatu masyarakat yang meyakini bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk mengatur perilaku kelompok lain( yang inverior) karena merasa memiliki superioritas .Sebagian besar kita para orang tua mewarisi pola Asuh yang kita dapatkan secara turun temurun dari orang tua kita. Lalu sering kali timbul dalam benak kita, dulu orang tua kita menggunakan pola Asuh koersif dan ternyata mereka berhasil menghantarkan kita seperti apa yang kita rasakan saat ini. Namun pada saat kita mencoba menerapkan persis apa yang telah orang tua kita polakan kepada kita kenapa yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan ?Ternyata penyebabnya adalah karena telah terjadi pergeseran nilai tatanan dalam masyarakat tempat anak-anak kita dibesarkan yang ternyata jauh berbeda dengan masyarakat tempat dahulu kita dan orang tua kita dibesarkan.Dahulu masyarakat berada pada fase otokrasi sedang sekarang sudah cenderung kepada fase permisif, sehingga banyak orang tua dibuat tak berdaya oleh anak-anak mereka yang beberapa tahun lalu masih nunut saja dengan keinginan mereka, sekarang sudah mahir untuk membrontak dan lebih-lebih lagi mereka dilindungi oleh undang-undang.
1. Pola Asuh Koersif : tertib tanpa kebebasanPola Asuh koersif hanya mengenal Hukuman dan Pujian dalam berinteraksi dengan anak. Pujian akan diberikan mana kala anak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan manakala anak tidak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua.Akibat penerapan pola asuh koersif ini akan muncul empat tujuan anak berperilaku negatif yakni :Mencari perhatian, Unjuk kekuasaan , Pembalasan dan Penarikan diri.Ketika seorang anak dipaksa untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan keinginan orang tua dan dengan cara yang dikehendaki olah orang tua maka anak akan kembali menuntut orang tuanya untuk memberikan perhatian atau pujian kepadanya. Sebaliknya jika anak tidak dapat memenuhi tuntutan orang tuanya maka dia akan merasa hidupnya tidak berharga maka dia akan menarik dirinya dari kehidupan.Pada saat orang tua menghukum anak karena anak tidak mematuhi keinginannya maka anak akan belajar untuk mencari kekuasaan karena dia merasakan bahwa karena dia tidak memiliki kekuasaanlah dia jadi terhina, jika dia tidak mendapatkan kekuasaan tersebut maka dia akan menanti-nanti saat yang tepat baginya untuk membalasi semua perilaku tak enak yang dia terima selama ini.Orang tua yang koersif beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan cara mencongkel perilaku itu lalu menggantikannya dengan perilaku yang mereka kehendaki tanpa memperdulikan perasaan anaknya.
2. Pola Asuh Permisif : bebas tanpa ketertiban.Pola asuh ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh. Orang tua merasa bahwa pola asuh koersif tidak sesuai dengan kebutuhan fitrah manusia, sebagai pengambil keputusan yang aktif, penuh arti dan berorientasi pada tujuan dan memiliki derajat kebebasan untuk menentukan perilakunya sendiri. Namun disisi lain orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap putra putir mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat dan media masa yang ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi keajaiban yang datang untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi pribadi yang soleh dan sholehah.Di satu sisi orang tua tidak tahu apa yang baik untuk anaknya, disisi yang lain anak menafsirkan ketidak berdayaan orang tua mereka dengan "orang tua tidak punya pengharapan terhadap mereka."Akibatnya anak akan terjebak kepada gaya hidup yang serba boleh persis tepat dan sesuai dengan pola yang berlaku pada masyarakat tempat dia dibesarkan saat ini. Di satu sisi orang tua akan selalu menanggung semua akibat perilaku anaknya tanpa mereka sendiri menyadari hal ini.
3. Pola Asuh Dialogis : tertib dengan kebebasan.Pola Asuh ini datang sebagai jawaban atas ketiadaannya pola asuh yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia . Dia merupakan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah swt terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak. orang tua menyadari bahwa anak adalah amanah Allah swt pada mereka dia merupakan makhluk yang aktif dan dinamis. Aktivitas mereka bertujuan agar mereka dapat diakui keberadaannya, diterima kontribusinya dan dicintai dan dimiliki oleh keluarganya. Dalam memperbaiki kesalahan ,anak orang tua menyadari bahwa kesalah itu muncul karena mereka belum trampil dalam melakukan kebaikan, sehingga mereka akan mencoba untuk membangun ketrampilan tersebut dengan berpijak kepada kelebihan yang anak miliki, lalu mencoba untuk memperkecil hambatan yang mebuat anak berkecil hati untuk memulai kegiatan yang akan menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Lalu juga orang tua akan berusaha menerima keadaan anak apa adanya tanpa membanding-bandingkan mereka dengan orang lain atau bahkan saudara kandung mereka sendiri, atau teman bermainnya. Orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam menemani pertumbuh -kembangan anak mereka. setiap kali ada persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama.Dengan demikian anak akan merasakan bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Yang berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan mebrusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya. sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya.

Minggu, 23 Maret 2008

BAJU MUSLIM ANAK


Price List Zahra

Pakaian muslim anak :
Girls Boys
1/3 Rp. 135.000,- Rp. 135.000,-
4/6 Rp. 138.500,- Rp. 138.500,-
7/9 Rp. 144.000,- Rp. 144.000,-
10/12 Rp. 153.000,- Rp. 153.000,-
13/15 Rp. 162.000,- Rp. 162.000,-

Penawaran menarik juga kami tawarkan untuk pedagang grosiran seluruh indonesia dengan harga sebagai berikut :
1/6 Rp. 75.000,-
7/9 Rp. 80.000,-
10/12 Rp. 85.000,-
Price List MUKENA :
Mukena Anak :
1/3 Rp. 60.000,-
4/6 Rp. 62.500,-
7/9 Rp. 65.000,-
12/12 Rp. 67.500,-

Mukena Dewasa :
1/3 Rp. 110.000,-
4/6 Rp. 112.500,-
7/9 Rp. 115.000,-
10/12 Rp. 117.500,-